Pergulatan antara tradisional dan modern tidak hanya terjadi pada dunia
pengobatan. Di ranah pendidikan dan bahkan agama, pergulatan itu masih saja terjadi. Memperbincangkan dan bahkan mempertentangkan antara yang tradisional
dan modern jelas tidak akan pernah usai. Pengobatan tradisional, yang di wakili oleh
banyak jenis seperti akupunktur, jamu, herbal, pijat dan lain sebagainya di
hadapkan dengan pengobatan modern yang di wakili oleh dokter, rumah sakit dan
segenap perangkat pendukung terapi bertekhnologi tinggi. Satu sama lain
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Satu sama lain juga memiliki pendukung yang tidak kalah fanatik. Jika masing-masing pihak tidak bersikap bijak tentu hal itu bisa memicu perselisihan.
Satu sama lain juga memiliki pendukung yang tidak kalah fanatik. Jika masing-masing pihak tidak bersikap bijak tentu hal itu bisa memicu perselisihan.
Memang harus diakui, pengobatan modern, jika di ibaratkan kompetisi, ia
tengah unggul dari kubu yang berseberangan dengannya. Tidak saja karena stigma
masyarakat yang terbuai oleh kecanggihan perangkat diagnosa dan terapinya,
namun dukungan pemerintah, yang bisa dikata mutlak, membuat pengobatan modern
seperti melaju sendirian. Tapi geliat pengobatan tradisional, yang seolah
menjadi anak tiri dan termarginalkan oleh sistem yang ada, dan harus puas
dengan predikat "alternatif”, memiliki gerak yang tak kalah masif dalam menunjukkan
eksistensinya. Hal ini tak hanya
memunculkan dinamika, namun terkadang menimbulkan friksi dan bahkan ketegangan
sosial. Ini memang tidak semata berkaitan dengan gengsi masing-masing pihak
terhadap keyakinan dan ilmu yang dimiliki, namun, jika mau jujur, lebih karena
menyangkut lahan garapan dan urusan
perut.
Maka untuk menghindari friksi di
antara dua kubu, selain sikap bijak, perlu juga mengubah parameter sudut
pandang. Benar dan salah adalah parameter umum yang sering dipakai untuk menilai dua hal
yang berseberangan. Satu kubu membela dirinya sebagai yang mutlak benar, sementara kubu yang
berseberangan sebagai yang mutlak salah. Yang satu menilai modern dan ilmiah
lalu dengan serta merta menyalahkan dan menutup mata terhadap pihak lain hanya karena
dinilai kuno dan irrasional. Sementara kubu yang berseberangan, menilai meski
teruji ilmiah namun hanya sebatas uji laboratorium, tidaklah layak dibandingkan
dan bahkan tidak sebanding dengan yang secara empiris telah teruji di lapangan
selama ribuan tahun. Maka parameter baik
dan buruk mestinya yang harus dikedepankan dalam menyikapi dua hal yang berseberangan
ini. Siapa yang berhak menilai ? tentu masyarakat pengguna layanan kesehatan
yang jelas mendapat imbas langsung, baik buruk maupun baik, dari masing-masing
kubu itu. Biarlah masyarakat menilai dengan nalarnya sendiri. Tugas
masing-masing pihak hanya memberikan edukasi yang memadai dan menyeluruh mengenai
apa yang bisa dilakukannya tanpa ada sedikitpun yang di tutup-tutupi. Ini untuk
mencegah penipuan dan janji-janji palsu yang diteriakkan oleh oknum tidak
bertanggungjawab, baik dari kubu modern, mapun kubu tradisional, tentang layanan
terapi yang diberikannya kepada masyarakat. Jangan pula satu kubu menyerang
kubu lain, baik langsung ataupun tersamar, bahkan menjelek-jelekkan kubu yang
satu dihadapan masyarakat pengguna layanan kesehatan. Hal ini tak ubahnya
kampanye hitam yang tentu menimbulkan ketegangan. Yang tidak kalah penting
adalah peran pemerintah untuk bersikap adil menyikapi dua kubu yang ada ini. Jangan
hanya karena imbal balik dan kompensasi yang
menggiurkan yang didapat dari satu kubu saja, dengan semena-mena melakukan
serupa politik belah bambu, mengangkat satu kubu dengan menenggelamkan kubu
yang lain. Biarlah dua kubu itu tumbuh, bergerak dan mendukung program kesehatan yang di canangkan pemerintah. Tugas pemerintah hanyalah memberikan regulasi yang bijak agar tidak muncul friksi, dan yang utama, dengan regulasi, maslahat masyarakat banyak bisa terpenuhi.
Sebagai penutup, kutipan dari ajaran agama ini perlu di pertimbangkan
untuk menyikapi dua kubu yang saling berseberangan ; al-muhafadzatu
‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah artinya
memelihara tradisi yang baik dan mengambil hal baru ( modern ) yang lebih baik.
Maknanya, ambillah segala sesuatu yang baik, meski berseberangan, dan tinggalkanlah
yang buruk. Salam Sehat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar